Minggu, 31 Agustus 2014

MENJADI HAJI TULEN


Ibadah haji merupakan ibadah sebagai penyempurna dari keislaman kita. Dan ini disyaratkan bagi mereka yang mampu atau istatho'ah. Pendek kata ibadah haji hanya bisa dilakukan bagi  mereka yang mampu secara finansial, walaupun mungkin untuk menjadi mampu ada yang harus jual sawah sehingga ada yang sebutan "Haji Wahyu" atau haji karena sawahnya payu/laku. Ada juga yang mampu karena dibiayai oleh negara karena jabatannya sebagai tim kesehatan atau pendamping dari Depag, yang ini biasa disebut dengan "Haji Abidin" atau haji karena biaya dinas. Selanjutnya ada juga "Haji Mansur" atau haji karena halaman rumahnya digusur, "Haji Kosasih" atau haji yang ongkosnya dikasih atau gratisan dari orang lain maupun bagi aktifis partai Golkar "Haji Abu Bakar" yaitu haji atas budi baik partai Golkar, dan banyak lagi gelar yang lain.

Dikarenakan ibadah ini padat dengan modal finansial, maka alangkah ruginya apabila jamaah haji tidak bisa mendapatkan kemabruran. Seharusnya setiap jamaah haji selalu berusaha untuk menggapai derajat ini, bukan cuma mengejar gelar haji atau hanya untuk mendapat legalitas memakai "kopiyah putih" yang mungkin sangat tidak penting itu. Kemabruran harus diusahakan dan harus diawali jauh sebelum pelaksanaan ibadah haji sendiri itu dilakukan. Biasanya yang terjadi selama ini dari KBIH atau Depag sebagai penyelenggara ibadah haji sebagai formalitas melakukan bimbingan manasik haji ketika ibadah haji sudah akan dilaksanakan, biasanya sekitar 6 atau 5 bulan sebelum pelaksanaan ibadah haji, dan itupun kadang hanya memberikan pengetahuan yang bersifat teknis dan persiapan material yang harus dipersiapkan selama beribadah di tanah suci.

Sebenarnya proses untuk menjadi mabrur harus dimulai ketika seseorang ingin mendaftarkan diri untuk naik haji. Dalam tahap ini seseorang yang akan mendaftarkan diri harus memastikan bahwa uang atau harta yang akan digunakan untuk mendaftarkan haji tersebut adalah uang yang benar-benar halal, bukan hasil tipu-menipu, korupsi, atau jual beli barang-barang haram dan lain sebagainya serta dibarengi dengan niat bahwa dia akan melakukan ibadah haji murni karena mencari ridho Allah SWT dengan melaksanakan salah satu perintah-Nya yaitu ibadah haji. Dengan memakai harta yang halal dan niat yang benar tersebut berarti seseorang sudah mengambil langkah pertama yang benar.

Selanjutnya setelah mendaftarkan diri, sambil menunggu "waiting list" yang pada saat ini berkisar antara 13 - 15 tahun, pergunakan waktu yang masih lama tersebut untuk mempersiapkan diri secara keilmuan dengan membaca buku atau kitab yang membahas tentang ibadah haji baik mengenai, syarat, rukun, wajib, sunnah, hal-hal yang membatalkan, dam, dan lain sebagainya. Selain itu tentu saja harus mempersiapkan diri secara terus menerus untuk menambah keilmuan keislaman secara umum sambil setiap waktu selalu berusaha untuk bisa menjadi pribadi yang berkualitas dan meningkat secara rohani sehingga bisa meningkatkan diri untuk menjadi orang yang lebih baik dari waktu ke waktu. Jangan sampai menunggu untuk menjadi orang yang baik hanya ketika sudah mendapat undangan atau pemberitahuan dari KBIH atau Depag bahwa kita tahun depan sudah bisa berangkat ke tanah suci dan diharapkan untuk mempersiapkan diri.

Pembentukan karakter yang diawali dari pembiasaan diri dalam melakukan hal-hal yang baik diperlukan waktu yang lama. Kalau hal ini dilakukan dalam waktu yang cepat niscaya karakter tersebut belum bisa terbentuk dan melebur menjadi kepribadian diri kita, karena bagaimanapun yang namanya instan hampir dapat dipastikan akan menghasilkan sesuatu yang kurang maksimal. Dengan begitu, diharapkan ketika tiba masa keberangkatan haji seseorang tersebut, maka dia sudah mengerti ilmu tentang manasik haji, punya pengetahuan yang keislaman yang agak mendalam serta berkerpribadian baik, santun, rendah hati, suka menolong, tidak merasa paling baik sendiri dan bisa menjadi orang yang sholih baik secara individu maupun sholih secara sosial.

Berbagai persiapan di atas sangat penting sekali, karena banyak di lingkungan kita yang sudah bergelar haji tetapi masih suka berbohong, tidak pernah menepati janji, tidak pernah bersoasaialisasi atau apatis terhadap lingkungan, sangat kikir, masih senang kepada maksiat, bahkan ada yang selingkuh, merasa paling benar dan paling bisa sendiri, sering meninggalkan sholat, berpakaian ketat dan rambut dicat warna-warni bagi perempuan dan masih banyak yang lain lagi. Seolah ibadah haji yang telah mereka laksanakan tidak membekas sama sekali dalam kehidupan sehari-hari, hanya sebagai bahan cerita kesana kemari seperti orang yang pulang dari tamasya ke suatu tempat rekreasi saja.

Mungkin hikmah yang dapat kita ambil dari lamanya "waiting list" pada saat ini adalah agar kita bisa melakukan persiapan sedini mungkin, agar kita apabila sudah pulang dari melakukan ibadah haji bisa menjadi haji yang betul-betul haji, yang mempunyai kepedulian sosial, menjadi panutan karena kebaikan budi pekerti kita serta mempunyai keilmuan yang mendalam. Tidak sebaliknya sudah bergelar haji tapi bacaan al-quran kita saja masih berlepotan, disuruh memimpin doa sering salah ucap, dan minim pengetahuan agama. Dan akhirnya kita menjadi haji yang mungking ada dalam sejarah setengah abad silam, dimana orang yang bergelar haji biasanya memang orang yang mampu baik secara materi maupun ilmu, jadi haji yang tulen, bukan haji jadi-jadian. Wallahua'lam.   

 
  

      

Rabu, 09 Oktober 2013

PENTINGNYA MANASIK HAJI / UMROH


Bisa menjalankan ibadah Haji/Umroh merupakan sebuah kesempatan yang sangat berharga bagi kaum muslimin. Tidak semua kaum muslimin bisa melaksanakan ibadah ini, baik karena tidak mempunyai biaya, karena faktor kesehatan, atau karena kesibukan yang akhirnya mereka enggan untuk melaksanakan ibadah haji/umroh. Padahal bagi mereka yang mampu tetapi enggan untuk menunaikan ibadah haji, maka ancamannya adalah disuruh memilih mati dalam keadaan Yahudi atau Nasrani atau istilah lainnya su'ul khotimah. Hal ini sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits yang artinya : “Barang siapa yang telah memiliki bekal dan kendaraan (sudah mampu), dan ia belum haji ke Baitullah maka tidak ada yang menghalangi baginya mati Yahudi atau Nasrani”. (HR. Tirmidzi).

Apabila kita sudah sampai pada tahap mampu, maka secepatnyalah kita segera mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah haji, terlebih pada saat ini daftar tunggu di Yogyakarta sudah mencapai 14 tahun. Atau apabila kita ingin berkunjung ke Baitullah secepatnya, maka tidak salah apabila kita berumroh terlebih dahulu. Sebab ada beberapa kalangan yang menghukumi umroh juga wajib hukumnya seperti halnya haji, sekali dalam seumur hidup. Dan apabila kita sudah mendaftarkan diri maka kita sudah seharusnyalah mempersiapkan diri baik secara mental, fisik maupun ruhani. Dalam hal ini ada yang mengartikan bahwa mampu (istitho'ah) mencakup arti mampu secara harta atau finansial yang meliputi biaya untuk melaksanakan/mendaftar serta biaya untuk keluarga yang ditinggalkan selama menunaikan ibadah,  mampu dalam perjalanan fisik sampai ke Baitullah, serta ada yang menambahkan harus mampu secara keilmuan atau manasik haji/umroh.

Mampu secara keilmuan walaupun tidak sampai ke taraf ahli adalah sangat penting dalam melaksanakan semua amal ibadah. Imam Ibn Ruslan (seorang ulama abad 9 H) berkata : ”Dan setiap amal yang tanpa didasari ilmu, Amalan-amalannya tertolak tidak diterima”. Hadits nabipun menyatakan bahwa "Sedikit paham ilmu fiqih lebih baik dari banyak ibadah” (HR at-Thobron). Selanjutnya sabda Nabi juga menyatakan “Apabila kamu melewati taman-taman syurga, minumlah hingga puas. Para sahabat bertanya,”Ya Rasulullah, apa yang dimaksud taman-taman surga itu?” Nabi menjawab,”majlis-majlis ta’lim.” (HR. Al-Thabrani). Imam Athaa’ berkata “Majlis-majlis ta’lim” ialah tempat perkumpulan membahas halal, haram, bagaimana cara jualbeli, cara shalat, cara zakat, cara haji, nikah, thalak dan sebagainya. Artinya sebuah perkumpulan untuk mengetahui tatacara shalat, zakat, haji dan yang demikian hanya dapat diketahui dengan mengetahui rukun-rukun, syarat-syarat dan yang membatalkan setiap ibadah karena tanpa mengetahui yang semacam ini tidak dapat dikatakan benar ibadah seseorang.

Dengan demikian manasik haji maupun umroh sangat penting bagi mereka yang akan melaksanakan ibadah ke tanah suci. Terlebih lagi ibadah ke tanah suci termasuk ibadah "mahal" karena memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk sampai ke sana. Maka untuk itu kita perlu selektif dalam memilih biro haji maupun umroh yang akan memberangkatkan kita ke tanah suci. Jangan sampai kita memilih biro yang tidak terdapat fasilitas manasiknya baik untuk umroh maupun haji. Selain itu perlu diperhatikan juga apakah biro tersebut menyediakan pembimbing atau petugas yang mendampingi dari tanah air. Sebab saat ini banyak sekali biro-biro haji dan umroh yang hanya mementingkan keuntungan materi tanpa melihat kualitas dari ibadah jamaah, bahkan terkadang sampai menelantarkan jamaah tanpa bimbingan dan petugas yang mendampingi di tanah suci. Sehingga banyak jamaah yang berangkat ke tanah suci tapi sesampai di sana bingung apa yang harus mereka lakukan di sana.

Walaupun biasanya ada muthowif di dalam pelaksanaan ibadah di sana tetapi manasik haji dan umroh sebelum jamaah berangkat adalah sangat penting untuk diberikan sebagai bekal keilmuan dalam melakukan ibadah demi sempurnanya ibadah kita. Beberapa ahli hikmah berkata bahwa "Ilmu tanpa amal, dosa besar, manakala ‘amal tanpa ilmu, kesesatan yang amat sangat, dan ‘amal yang disertai ilmu itu adalah cahaya diatas cahaya. Maka beruntunglah bagi mereka yang memadukan keduanya (ilmu dan ‘amal)”. Dan akhirnya ketika pulang dari tanah suci setelah melakukan ibadah haji atau umroh kita benar dapat menjadi manusia yang berkualitas dan lebih baik dari ketika sebelum melaksanakan ibadah haji atau umroh. Wallahu a'lam.